Menjadi Duta Bangsa
Menjadi Duta Bangsa di Pameran
Pagi itu sekitar pukul 9.00, kuliyah hadhoroh Universitas Zaytuna terlihat tidak seperti biasanya. Rabu (26/4) yang lalu. Halaman kampus terlihat lebih bersih, Tugu Tujuh Nopember(1) yang berada di tengah-tengah halaman juga terlihat telah dicat ulang, sehingga tulisan yang terukir pada tugu itu terlihat lebih jelas dan lebih kinclong. Tulisan arab(2) yang terukir pada batu yang terletak di atas gerbang masuk juga terlihat telah berubah bentuk menjadi baru.
Siangan sedikit dari jam sembilan, kuliah hadhoroh lebih ramai lagi, banyak mahasiswa dari beberapa negara seakan sibuk sekali. Membereskan dan menata ruangan yang telah disediakan panitia. Diantara keramaian mahasiswa dari beberapa negara itu, terlihat beberapa mahasiswa Indonesia. Merekapun terlihat sibuk menata dan membereskan ruangan. Ada yang memasang bendera merah putih pada dinding, menempelkan lukisan alam Indonesia, ada yang membereskan meja dan menaplakinya, ada pula yang menata letakkan dua poster Pak Karno yang sedang berpose dengan presiden pertama Tunis, Habib Bourgiba. Juga poster Pak Harto yang berpose dengan presiden kedua Tunis, Ben Ali.
“Jam berapa pembukaan pamerannya Bal” salah seorang diantara mereka bertanya pada kawannya. “Menurut jadwalnya sich pameran akan dibuka pukul 11.00. Dekan fakultas dan dosen-dosen juga akan hadir. Mungkin sebentar lagi perwakilan KBRI juga akan datang” Jawab yang dipanggil Iqbal tadi menjelaskan.
Rupanya, pantas saja pagi itu lain dari yang lain, karena hari itu merupakan hari diadakannya pameran. Untuk memeriahkan pameran ini, pihak universitas juga menggelar berbagai macam perlombaan, seperti: lomba lari, catur dan tenis meja.
Setiap tahun, pameran seperti ini diadakan oleh pihak Universitas Zaytuna, berafiliasi dengan beberapa negara. Pameran ini berupa pengenalan masing-masing negara tentang kultur sosial, budaya (meliputi pakaian adat), dan seni serta hasil produksi dan industri masing-masing negara. Usaha pengenalan ini juga berupa brosur-brosur dan buku yang dibagikan kepada para pengunjung, meskipun dirasakan kurang komprehensif, karena yang dipamerkan sekarang hanya sekelumit saja. Belum bisa dibilang mewakili, apalagi bagi Negara Indondesia yang begitu luas dan ragam budayanya.
Pameran kali ini hanya diikuti oleh tujuh negara; Nigeria, Mali, Burkina Paso, Sinegal, Oman, Rusia, Magar dan Indonesia. Selama dua hari pameran itu digelar. Dua buah ruangan lantai dua, disediakan panitia sebagai tempat pameran.
Mahasiswa Indonesia yang berada di Tunis mempunyai peran penting dalam kesuksesan program ini, menjadi duta bangsa pada pameran. Terbukti, dengan mandat dari atase pendidikan, KBRI menyerahkan kepada PPI(3) untuk menjadi pelaksana dalam pameran tersebut, sebagai perwakilan dari Indonesia.
Mahasiswa Indonesia yang berjumlah 14 orang ini, masing-masing dibagi tugas untuk menjaga stand. Tugas penjaga; membagikan brosur dan buku-buku serta menerangkan kepada pengunjung akan apa yang dipamerkan, sekaligus harus bisa menjawab pertanyaan pengunjung. “Nanti bilang kepada para pengunjung, bahwa kapal-kapal ini (ex. N250) buatan Indonesia” intruksi ketua PPI saat itu kepada patugas (penjaga) stand Indonesia.
Sesuai dengan schedule time acara, Jam 11.00 adalah pembukaan. Benar yang dikatakan Iqbal, Dekan Fakultas Hadhoroh, Dr. Mehrez Hamdy, beserta para dosen terlihat hadir. Beliaulah yang membuka acara itu. Termasuk dalam schedule time juga, akan ada pameran pakaian adat dari negara-negara yang mengikuti pameran tersebut, termasuk Indonesia. Untuk indonesia, terlihat sudah ada seorang mahasiswa yang memakai pakaian adat. Dia mengenakan baju dan celana hitam, peci sultan juga berwarna hitam dengan keris di tangan kanannya, terlihat berdiri di depan stand Indonesia.
Pagi itu sekitar pukul 9.00, kuliyah hadhoroh Universitas Zaytuna terlihat tidak seperti biasanya. Rabu (26/4) yang lalu. Halaman kampus terlihat lebih bersih, Tugu Tujuh Nopember(1) yang berada di tengah-tengah halaman juga terlihat telah dicat ulang, sehingga tulisan yang terukir pada tugu itu terlihat lebih jelas dan lebih kinclong. Tulisan arab(2) yang terukir pada batu yang terletak di atas gerbang masuk juga terlihat telah berubah bentuk menjadi baru.
Siangan sedikit dari jam sembilan, kuliah hadhoroh lebih ramai lagi, banyak mahasiswa dari beberapa negara seakan sibuk sekali. Membereskan dan menata ruangan yang telah disediakan panitia. Diantara keramaian mahasiswa dari beberapa negara itu, terlihat beberapa mahasiswa Indonesia. Merekapun terlihat sibuk menata dan membereskan ruangan. Ada yang memasang bendera merah putih pada dinding, menempelkan lukisan alam Indonesia, ada yang membereskan meja dan menaplakinya, ada pula yang menata letakkan dua poster Pak Karno yang sedang berpose dengan presiden pertama Tunis, Habib Bourgiba. Juga poster Pak Harto yang berpose dengan presiden kedua Tunis, Ben Ali.
“Jam berapa pembukaan pamerannya Bal” salah seorang diantara mereka bertanya pada kawannya. “Menurut jadwalnya sich pameran akan dibuka pukul 11.00. Dekan fakultas dan dosen-dosen juga akan hadir. Mungkin sebentar lagi perwakilan KBRI juga akan datang” Jawab yang dipanggil Iqbal tadi menjelaskan.
Rupanya, pantas saja pagi itu lain dari yang lain, karena hari itu merupakan hari diadakannya pameran. Untuk memeriahkan pameran ini, pihak universitas juga menggelar berbagai macam perlombaan, seperti: lomba lari, catur dan tenis meja.
Setiap tahun, pameran seperti ini diadakan oleh pihak Universitas Zaytuna, berafiliasi dengan beberapa negara. Pameran ini berupa pengenalan masing-masing negara tentang kultur sosial, budaya (meliputi pakaian adat), dan seni serta hasil produksi dan industri masing-masing negara. Usaha pengenalan ini juga berupa brosur-brosur dan buku yang dibagikan kepada para pengunjung, meskipun dirasakan kurang komprehensif, karena yang dipamerkan sekarang hanya sekelumit saja. Belum bisa dibilang mewakili, apalagi bagi Negara Indondesia yang begitu luas dan ragam budayanya.
Pameran kali ini hanya diikuti oleh tujuh negara; Nigeria, Mali, Burkina Paso, Sinegal, Oman, Rusia, Magar dan Indonesia. Selama dua hari pameran itu digelar. Dua buah ruangan lantai dua, disediakan panitia sebagai tempat pameran.
Mahasiswa Indonesia yang berada di Tunis mempunyai peran penting dalam kesuksesan program ini, menjadi duta bangsa pada pameran. Terbukti, dengan mandat dari atase pendidikan, KBRI menyerahkan kepada PPI(3) untuk menjadi pelaksana dalam pameran tersebut, sebagai perwakilan dari Indonesia.
Mahasiswa Indonesia yang berjumlah 14 orang ini, masing-masing dibagi tugas untuk menjaga stand. Tugas penjaga; membagikan brosur dan buku-buku serta menerangkan kepada pengunjung akan apa yang dipamerkan, sekaligus harus bisa menjawab pertanyaan pengunjung. “Nanti bilang kepada para pengunjung, bahwa kapal-kapal ini (ex. N250) buatan Indonesia” intruksi ketua PPI saat itu kepada patugas (penjaga) stand Indonesia.
Sesuai dengan schedule time acara, Jam 11.00 adalah pembukaan. Benar yang dikatakan Iqbal, Dekan Fakultas Hadhoroh, Dr. Mehrez Hamdy, beserta para dosen terlihat hadir. Beliaulah yang membuka acara itu. Termasuk dalam schedule time juga, akan ada pameran pakaian adat dari negara-negara yang mengikuti pameran tersebut, termasuk Indonesia. Untuk indonesia, terlihat sudah ada seorang mahasiswa yang memakai pakaian adat. Dia mengenakan baju dan celana hitam, peci sultan juga berwarna hitam dengan keris di tangan kanannya, terlihat berdiri di depan stand Indonesia.
Hari pertama, para pengunjung pameran tidak banyak. Hanya beberapa orang saja yang menyempatkan diri berkeliling mengunjungi stand-stand yang bertengger. Hal ini mungkin disebabkan karena cuaca saat itu tidak bersahabat, hujan turun cukup lebat. Padahal musim telah memasuki semi.
Hari kedua, yang disangka akan banyak pengunjung, ternyata tidak demikian. Hanya beberapa orang saja yang tampak melihat-lihat pameran. Terasa pengunjung semakin sepi.
Satu catatan kekurangan untuk pameran kali ini, minimnya publikasi dan iklan dari pihak universitas, sehingga tidak banyak masyarakat ataupun pihak lain yang mengetahui adanya pameran tersebut. Hal ini tampak jelas dari sedikitnya para pengunjung pameran.
Kambing Bakar Hamamsat
Malam harinya, sebagai rasa syukur (tasyakuran) atas selesainya tugas menjadi Duta Negara di pameran, setelah shalat maghrib, para panitia mengadakan pesta kambing bakar di Hamamsat. Kota yang berada sekitar 30 km dari Ibukota. Sengaja, mereka pergi dengan perut kosong, tanpa diisi nasi terlebih dahulu.
Tidak lebih satu jam perjalanan, mini bis (mobil khusus KBRI yang sering dipakai oleh mahasiswa Tunis) sudah tiba di daerah Hamamsat. Sepanjang pinggiran jalan daerah ini, terlihat banyak kedai kambing bakar yang berjejer dan siap menyerpis siapa saja yang datang, pantas jika daerah ini terkenal dengan kambing bakarnya.
Setelah memarkir bis, para panitia keluar dari bis dan menduduki tujuh kursi kosong yang ada di warung itu. Ternyata, tidak semua panitia ikut pada acara tasyakuran ini. Tidak tanggung-tanggung, tiga kilo setengah kambing bakar yang mereka pesan.
Tidak terlalu lama menunggu, tiga piring besar kambing bakar pesanan mereka sudah datang. Daging kambing itu dipotong-potong kecil (lebih besar dari ukuran potongan sate), hanya diberi garam dan dibakar, tidak diberi bumbu lainnya lagi, apalagi kecap dan saos. Anehnya, kambing bakar itu tidak bau sebagaimana kebanyakan kambing Indonesia, memiliki bau yang menyengat. Kambing bakar itu hanya dimakan dengan sambal dan tabunah, sejenis roti atau ‘isynya kalau di Mesir.
Meskipun hanya dimakan dengan sambal dan tabunah, tanpa kecap dan saos. Terlihat mereka sangat lahap dan semangat menyatap kambing bakar tersebut. Diiringi udara malam musim semi, menambah suasana lebih sejuk dan familiar. Dengan minuman coca-cola ukuran besar di meja mereka, dapat memuaskan sekaligus mengenyangkan perut mereka yang sengaja mereka kosongkan. Hilanglah semua capek selama bertugas menjadi Duta Negara.
Tidak banyak yang mereka bincangkan di mobil menuju perjalanan pulang. Karena memang, bila perut kenyang maka mata jadi ngantuk. Itulah yang terjadi pada mereka, teler dan ngantuk. Sesekali ada yang berkelakar, ‘’wah, kenyang daging kambing, bahaya. Besok pagi bisa pada ngantri di WC nich’’. Entah apa maksudnya dari kata-kata ini, penulis sebagai salah seorang diantara mereka juga tidak mengerti maknanya dengan pasti. Hehe…
_______
(1) Tujuh Nopember adalah hari yang sangat bersejarah di Tunis, hari itu merupakan hari ‘’Reformasi’’ (tahawwul). Tidak heran jika angka tujuh (7), menjadi sangat ‘’sakral’’ bagi mereka. Bahkan ada salah satu stasiun TV Tunis yang menggunakan nama TV-7 (tivi tujuh).
(2) Tulisan pada pada batu itu, Jami’ah Az-Zaytuna. Al-Ma’had al-A’la lil Hadhoroh al-Islamiyyah.
(3) PPI adalah kepanjangan dari Persatuan Pelajar Indonesia (Tunisia). Berdiri pada tanggal 26 Februari 1994.
Di pinggiran kota Tunis
Ulpa@ 2 Mei 2006
Hari kedua, yang disangka akan banyak pengunjung, ternyata tidak demikian. Hanya beberapa orang saja yang tampak melihat-lihat pameran. Terasa pengunjung semakin sepi.
Satu catatan kekurangan untuk pameran kali ini, minimnya publikasi dan iklan dari pihak universitas, sehingga tidak banyak masyarakat ataupun pihak lain yang mengetahui adanya pameran tersebut. Hal ini tampak jelas dari sedikitnya para pengunjung pameran.
Kambing Bakar Hamamsat
Malam harinya, sebagai rasa syukur (tasyakuran) atas selesainya tugas menjadi Duta Negara di pameran, setelah shalat maghrib, para panitia mengadakan pesta kambing bakar di Hamamsat. Kota yang berada sekitar 30 km dari Ibukota. Sengaja, mereka pergi dengan perut kosong, tanpa diisi nasi terlebih dahulu.
Tidak lebih satu jam perjalanan, mini bis (mobil khusus KBRI yang sering dipakai oleh mahasiswa Tunis) sudah tiba di daerah Hamamsat. Sepanjang pinggiran jalan daerah ini, terlihat banyak kedai kambing bakar yang berjejer dan siap menyerpis siapa saja yang datang, pantas jika daerah ini terkenal dengan kambing bakarnya.
Setelah memarkir bis, para panitia keluar dari bis dan menduduki tujuh kursi kosong yang ada di warung itu. Ternyata, tidak semua panitia ikut pada acara tasyakuran ini. Tidak tanggung-tanggung, tiga kilo setengah kambing bakar yang mereka pesan.
Tidak terlalu lama menunggu, tiga piring besar kambing bakar pesanan mereka sudah datang. Daging kambing itu dipotong-potong kecil (lebih besar dari ukuran potongan sate), hanya diberi garam dan dibakar, tidak diberi bumbu lainnya lagi, apalagi kecap dan saos. Anehnya, kambing bakar itu tidak bau sebagaimana kebanyakan kambing Indonesia, memiliki bau yang menyengat. Kambing bakar itu hanya dimakan dengan sambal dan tabunah, sejenis roti atau ‘isynya kalau di Mesir.
Meskipun hanya dimakan dengan sambal dan tabunah, tanpa kecap dan saos. Terlihat mereka sangat lahap dan semangat menyatap kambing bakar tersebut. Diiringi udara malam musim semi, menambah suasana lebih sejuk dan familiar. Dengan minuman coca-cola ukuran besar di meja mereka, dapat memuaskan sekaligus mengenyangkan perut mereka yang sengaja mereka kosongkan. Hilanglah semua capek selama bertugas menjadi Duta Negara.
Tidak banyak yang mereka bincangkan di mobil menuju perjalanan pulang. Karena memang, bila perut kenyang maka mata jadi ngantuk. Itulah yang terjadi pada mereka, teler dan ngantuk. Sesekali ada yang berkelakar, ‘’wah, kenyang daging kambing, bahaya. Besok pagi bisa pada ngantri di WC nich’’. Entah apa maksudnya dari kata-kata ini, penulis sebagai salah seorang diantara mereka juga tidak mengerti maknanya dengan pasti. Hehe…
_______
(1) Tujuh Nopember adalah hari yang sangat bersejarah di Tunis, hari itu merupakan hari ‘’Reformasi’’ (tahawwul). Tidak heran jika angka tujuh (7), menjadi sangat ‘’sakral’’ bagi mereka. Bahkan ada salah satu stasiun TV Tunis yang menggunakan nama TV-7 (tivi tujuh).
(2) Tulisan pada pada batu itu, Jami’ah Az-Zaytuna. Al-Ma’had al-A’la lil Hadhoroh al-Islamiyyah.
(3) PPI adalah kepanjangan dari Persatuan Pelajar Indonesia (Tunisia). Berdiri pada tanggal 26 Februari 1994.
Di pinggiran kota Tunis
Ulpa@ 2 Mei 2006
0 Comments:
Post a Comment
<< Home