Thursday, April 06, 2006

Bakso Party

Sejak sore tadi, tepatnya setelah ashar, aku sibuk belanja ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat bakso.

Pasalnya, Katresna, salah seorang temanku, ingin mengadakan tasyakuran atas limpahan ‘karunia’ Allah yang ia terima kemarin. Entah apa ‘karunia’ itu, yang jelas, aku ditunjuk olehnya sebagai panitia sekaligus koki untuk membuat bakso.

Meskipun tidak diungkapkannya, aku yakin, motivasi Katresna mengadakan acara tasyakuran, ingin mengamalkan salah satu dari firman Allah yang berbunyi: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Qs. Ibrahim: 7)

Sebenarnya, keahlian membuat bakso yang ku miliki, tidak terlepas dari bimbingan dan jasa Teteh di Kairo (siapa Teteh? Baca, I Miss You). Semula aku hanya musâ’id bila dia sedang memasak, termasuk bakso. Seiring dengan perjalanan waktu, lama-kelamaan aku disuruhnya membuat bakso sendiri dengan ukuran resep-resepnya dari dia. Mungkin (selama di Kairo) lebih dari tujuh kali aku ‘praktek’ bakso, sampai akhirnya resep dan cara-caranya juga sudah ku hapal.

Sampai sekarang, meskipun aku sudah tidak satu negara lagi dengannya, aku masih suka tanya kabar dan konsultasi, terutama masalah resep-resep yang ‘belum sempurna.’ Ada rasa kangen disana, terutama pada kedua putranya, Asti dan Ucup. Kedua anak ini sering menjadi obat bt (baca: bété) dan stressku ketika aku masih tinggal di Kairo.

Stress? Emang stress itu gimana sich? Emang kamu pernah stress? Hehe…kadar stressku berbeda dengan stressnya orang lain. Bila aku lagi pusing belajar, itu sudah masuk katagori stress menurutku dan itulah stress yang kumaksud. Bila stress yang sebenarnya (sebagaimana syairnya H. Rhoma Irama, si Raja Dangdut), misalnya saja, stress karena putus cinta, wow…tidak lah. Aku bukan tipe pria seperti itu dong. Ku kira, hanya pada pemuda yang kurang ‘iman’ saja terjadi hal itu. Bagiku, no way. Eh…tapi, Aku nggak menjamin kebenaran asumsiku ini, karena aku sendiri belum pernah “putus cinta”.

Ya, aku belum pernah putus cinta, karena sebelumnya aku belum pernah “nyambung cinta” hehe…Entah kalau itu (putus cinta) terjadi padaku sekarang, apakah akan stress dengan sebenarnya? Ah, aku tidak berharap “putus cinta”, karena cintaku “kusambung” bukan untuk “kuputus” tapi terus ingin kujalin dan akan kujaga agar tidak putus, sampai Allah yang memutuskannya dengan memisahkan aku ‘dengannya’ atau memisahkan raga dari nyawaku. Aku berlindung kepada Allah dari segala godaan dan cobaan.

Ups…kok malah cerita stress dan putus cinta sich…Afwan dah ngelantur.

Tidak kusangka, keahlian yang ketika aku berada di Kairo ku anggap biasa saja, ternyata menjadi luar biasa ketika aku pindah negara, tepatnya ke Tunis. Penilaian ‘baksoku enak’ dari para ibu KBRI-Tunisia kerap terdengar. “Wah baksonya enak nih, bulan depan masak buat acara yah?” kata bu Hidayat, salah seorang ibu KBRI, setelah mencoba bakso yang ku buat sebagai respon dari permintaan mereka.

Semula, aku tidak berniat untuk mempublikasikan ‘keahlianku’ ini, apalagi di tempat tinggal baruku. Namun tak kusangka, teman seangkatanku telah mempublikasikannya tanpa sepengetahuan dan izinku, hingga setiap acara kumpul KBRI, mereka (para ibu) kerap menanyakan, mana baksonya? kapan bikin bakso?

Pertanyaan ini membuatku jadi malu sekaligus ingin mengabulkan permintaan mereka. Ya, sekedar membuktikan kabar temanku kepada mereka, bahwa dia (temanku) itu tidak berbohong. Itu aja.

Sampai saat aku menulis coretan ini, sudah lima kali aku membuat bakso, termasuk dengan yang kubuat pada acara tasyakuran Katresna.

Masih ku ingat, pertama kali aku membuat bakso di rumah Bu ‘Aisyah, salah seorang Ibu KBRI. Maksud utama berkunjung ke rumahnya adalah silaturahmi, mengabulkan undangan¬nya. Selingan silaturahmi tadi aku praktek bakso, ini merupakan praktek bakso pertamaku di Tunis. Dari situlah pujian pertama terhadap baksoku ku dengar. Dan dari situ pula, para ibu KBRI semakin yakin terhadap kabar bahwa aku bisa bikin bakso. Maklum, berita para ibu, lebih cepat dari kilatan petir. Islilah sundanya, lewih harus tibatan goong, yang artinya, lebih kencang dari goong. Maksudnya, lebih cepat merambat dan tersebar. Kenapa ya? Bila para ibu (termasuk di dalamnya para calon ibu alias cewek belia) –kebanyakan- sukanya gosif atau ngerumpi sambil ngomong apa aja yang enak diomongin. Akibatnya, bila tidak terkontrol, obrolannya akan menuju kepada ghibah dan namimah. Nauzubillah. Udah gitu, mereka pada pintar ngomong lagi, istilah sundanya, cerewet alias bawel.

Bakso party cukup semarak. Acara dimulai dari ba’da isya. Udara yang sudah tidak dingin lagi seakan menambah kenyamanan suasana. Kurang lebih seratus pentol bakso yang kubuat dari satu kilo daging, kerap menjadi santapan teman-temanku dan nyaris tak tersisa. Tidak kurang dari tujuh pentol bakso jatah untuk masing-masing.

Ah, kalau kemarin bakwan party, sekarang teman-temanku telah merasakan party yang lain, lebih enak (menurut mereka) dan lebih bergizi, betapa tidak, karena bahan utamanya adalah daging (sapi atau ayam) plus putih telur, yakni bakso party. Hanya saja, party yang ini lebih jarang menghiasi rumahku, karena lebih mahal biayanya. Kalau bakwan party bisa dilaksanakan hanya dengan uang tiga dinar, sedangkan bakso party minimalnya memakan biaya sepuluh dinar. Tiga kali lipat memang. Jadi, mesti bakso party lebih enak dan bergizi, bakwan party tidak akan kalah saingan, hehe…tetap dia akan lebih sering kubuat dan menjadi ajang amalanku dalam ‘mengabdikan diri’ pada tullâbul ‘ilmi. Semoga ini salah satu bentuk realisasi dari qoul Junjunanku, yang menyabdakan: khoirunnâs anfa’uhum linnâs (sebaik-sebaiknya manusia diantara kamu adalah orang yang paling bermanfaat). Yah…walaupun ragaku hanya bermanfaat untuk membuat bakwan dan bakso, setidaknya inilah yang bisa kulakukan sekarang. Mudah-mudahan dengan mohon petunjuk dan pertolongan-Nya, aku bisa bermanfaat bagi lingkunganku lebih dari ini semua. Kapankah itu? Setidaknya sudah kumulai dari sekarang. Semoga…

“Ingat 3M”
Mulai dari diri sendiri
Mulai dari hal yang kecil
Mulai dari sekarang

Di pinggiran kota Tunis
Ulpa® 31 Maret 2006

0 Comments:

Post a Comment

<< Home