Sunday, March 26, 2006

Rihlah yang Tak Lelah

Judul diatas menarik untuk dicermati, kenapa? karena dilihat dari judulnya, bisa disimpulkan bahwa rihlahku adalah titik titik…


Begini ceritanya. Eh, sebenarnya kejadiannya sudah hampir seminggu yang lalu, namun daripada bt, pulang shubuh nggak ada kerjaan, ya mending coret-coret aja di ‘buku’ curhatku ini. Disini.
Waktu itu aku dikabari temanku bahwa Universitas Az-Zaytuna akan mengadakan rihlah ke kota Kairouan. Salah satu kota di Tunis yang punya sejarah panjang. Tentu saja berita itu sangat menggugah hatiku untuk mendaftarkan diri, karena aku belum tahu Kairouan. Selama keberadaanku di Tunis ini, baru satu kali aku tour, yaitu ke kota Jerba, saat menyambut tahun baru 2006, bersama rombongan KBRI (kisahnya, Satu Tahun di Jerba). Dan yang paling membuatku tergugah untuk join rihlah ke Kairouan, karena tour itu gratis, alias tidak bayar.

Kairouan adalah kota bersejarah yang menakjubkan dalam sejarah penyebaran islam ke Afrika bagian utara. Uqbah bin Nafi' (salah seorang shahabat Nabi), menyebarkan islam ke bagian utara Benua Afrika dan mendirikan kota Kairaouan. Kota ini didirikan pada tahun 50 H sebagai pusat penyebaran islam untuk bagian barat Jazirah Arab. Kemudian pada tahun 675 M / 55 H Uqbah bin Nafi' mendirikan mesjid di kota ini yang merupakan mesjid kedua di benua Afrika setelah mesjid Amru bin Ash di Fusthat, Mesir. Pada tahun 80 H Hasan Bin Nukman merenofasi kembali mesjid Uqbah. Kemudian pada tahun 105 H Basyar Bin Shafwan memperluas areanya. Ini terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Hisyam. Di kota Kairouan ini shahabat Nabi Uqbah Bin Nafi' dimakamkan. Kairouan terkenal dengan kerajinan permandani.

Akhirnya aku dan bersama dua temanku serumah, sepakat untuk ikut tour ke kota itu, besok.
Dikatakan oleh koordinator rihlah, besok kita kumpul jam enam pagi di depan kampus. Karena perjalanan cukup jauh, 156 Km. Hampir memakan waktu setengah hari.

Kebiasaan di Kairo, tempat tinggalku sebelum Tunis, ‘jam karet’ bukan rahasia lagi. Bila dijanjikan (dalam suatu acara) pukul enam, pukul tujuh atau pukul delapan bahkan kadang pukul sembilan acara baru dimulai. Orang yang stanby atau on time, kadang akan tersiksa, karena dia akan menunggu sampai yang terlambat itu benar-benar kumpul. Meskipun tidak semua ‘jam karet’ menjadi pegangan semua mahasiswa Kairo.

Esok harinya, aku sudah bersiap sejak ba’da shubuh. Kukenakan pakaian yang agak rapi, agar terlihat lebih keren dan gagah dikit hehe. Rambutku juga sudah ku sisir rapi. Tas gendong kecilku yang mungil telah kuisi dengan beberapa peralatan yang dibutuhkan, seperti; quran kecil, buku bacaan dan ches-an Hp.

Sementara aku sudah siap, ada salah seorang temanku yang masih bersiap-siap, bahkan persiapannya sangat terlambat. Bayangkan saja, jam enam lebih baru bangun, lalu sholat dan siap-siap. Yang nggak kuat, ‘mendekam’ di WC nya terlalu lama. Aku dan seorang temanku yang sudah siap berangkat, demi setia kawan, akhirnya menunggunya. Hingga jam tujuh kurang dikit.

Akhirnya kami berangkat jam tujuh dari rumah. “ya, kayaknya mereka nggak akan berangkat jam enam, masih dingin”, kata-kata itu terlontar dari mulut temanku yang lama ‘mendekam’ di WC tadi, dia mengira, jam karet, di Tunis juga berlaku dan dan terjadi. Aku tidak mengomentarinya. Hanya diam seiring langkah kakiku.
Kurang lebih lima belas menit kami berjalan menuju kampus, kerena letak kampus tidak jauh dari rumahku. Letaknya dekat Masji Hawwa, yang sering ku kunjungi.

Setelah sampai disana, tidak tampak bis dan gerumulan orang yang akan rihlah. “mungkin mereka belum datang”, celoteh seorang temanku. “ah, masak jam tujuh belum ada yang datang seorangpun” jawab temanku yang lain. Ah, aku kira, kalau sudah jam tujuh lebih begini pasti sudah berangkat. Akhirnya, kami menunggu beberapa menit untuk meyakinkan. Sampai pukul tujuh tiga puluh, bis yang ditunggu belum terlihat, teman-teman juga tidak ada yang terlihat batang hidungnya seorangpun. Untuk meyakinkan, seorang temanku menelpon temannya yang juga ikut rihlah. “mereka sudah berangkat” katanya setelah menutup handponenya.

Yah, semula sudah ku bayangkan keindahan dan eksotikan kota Kairouan. Dan sudah kuazamkan untuk menceritakan perjalanan rihlahku nanti, ternyata rihlahnya tidak jadi karena terlambat. Padahal kalau jadi, ini rihlah keduaku selama di Tunis ini.
Begitulah ceritanya. Inilah yang kumaksud, rihlah yang tak lelah, karena rihlahnya tak terlaksana. Dengan kata lain, rihlah yang tak lelah = rihlah yang tak jadi, hehe…Tak apalah, mungkin lain kali bisa kesana.

"Aku berkehendak, kamu berkehendak, kehendak Allah lah yang terjadi’’

Di pinggiran kota Tunis
Ulpa@ 23 Maret 2006

0 Comments:

Post a Comment

<< Home