Thursday, September 14, 2006

Serba-serbi Hari Merdeka

Hari ini ingin kucoretkan di buku curhatku ini pengalaman eksentrikku yang baru sekali ini ku alami. Dengan kata lain, ini adalah pengalaman pertamaku dalam lembaran sejarah kehidupanku. Sebagaimana pengalamanku ‘mengenal wanita’. Sama-sama pertamanya gitu lho. Siapa wanita itu? Siapa lagi kalau bukan dia. Dia itu siapa? Ya, dia itu ya si dia...:-)

Kukira setiap perwakilan di luar negri dalam hal ini KBRI, akan banyak mengadakan kegiatan untuk menyambut hari kemerdekaan yang lebih popular dengan sebutan 17-san, baik di Kairo, Australia atau di Amrik. Pun di KBRI Tunis.

KBRI Tunis (dimana aku salah seorang masyarakatnya) telah menyusun kegiatan perlombaan dari sejak bulan Juli. Kegiatan yang mengikutsertakan para mahasiswa dan masyarakat Indonesia yang berada di Tunis ini berupa acara hiburan dan perlombaan. Semua mahasiswa indonesia di Tunis yang saat ini jumlahnya hanya 14 orang doang “harus” ikut berpartisipasi. Termasuk aku. Ya tak apalah, yang penting ikut berpastisipasi. Meskipun aku tidak bisa dart apalagi gaple, tak urung aku menyanggupinya ketika panitia bertanya akan persetujuanku untuk ikut cabang permainan tersebut.

Kegiatan perlombaan itu dilaksanakan disela-sela hari libur, yakni hari sabtu dan ahad. Yang pada endingnya, semua perlombaan selesai tepat bulan agustus. Beberapa hari sebelum hari kemerdekaan. Adapun jenis lomba tersebut adalah: Sepak bola (Mahasiswa –memakasi sarung- vs Bapak2 KBRI-memakai daster-), jalan cepat, tenis meja, gaple, dart, dan mancing.

Inilah pengalaman itu.
Nah baiklah, akan kuceritakan pengalaman pertamaku yang diatas sudah sedikit diinformasikan. Apakah itu?
Begini ceritanya.
Nggak tahu siapa yang mengusulkan, tiba-tiba saja aku dipanggil Panitia Agustusan untuk menjadi Paskibra dan menari Indang. Tari Indang itu berasal dari Padang - Sumatra Barat (kalo tidak salah nich), yang personalnya terdiri dari 6 orang; 3 cewek dan 3 cowok. Gambarannya, persis seperti tari Saman yang berasal dari daerah Aceh. Tarian kelompok yang mengutamakan kekompakan.

Wah, sungguh aku sangat terkejut saat itu. Apa nggak salah pilih orang nich panitia. Untuk Paskibra okelah aku sanggupi, kupikir paling hanya baris berdiri, jalan dan mengibarkan bendera. Meskipun aku belum pernah jadi petugas pengibar bendera. Pernah aku jadi petugas semasa SMA (MAK) dulu, itupun hanya jadi pembina upacara bukan pengibar bendera. Tapi untuk menari...wah tunggu dulu dech.

Pertimbangannya, seorang penari tentunya dituntut badannya lentur dan gemulai, sedangkan badanku kurang cocok untuk itu. Aku biasa fitness yang menyebabkan seluruh badanku agak sulit untuk gemulai. Pertimbangan lainnya adalah, harus berdampingan dengan ceweknya itu lho. Aku masih “alergi” dan tidak biasa kalau berdekatan dengan cewek. Dikhawatirkan, aku malah kikuk dan malah tak bisa konsentrasi menari. Aku mohon jangan disuruh nari dech, pliss Bu Panitia!!! ”Masak sih kamu menari” komentar spontan temanku yang di Kairo, ketika dia tanya via sms tentang kegiatanku saat itu.

“Wah ibu ini, kok maksa banget sih, aku nggak bisa dekat cewek tahu, aku nggak biasa!” tentu uring-urangan ini hanya dalam hatiku saja. Toh kenyataanya memang aku “dilarang” menolak oleh Ibu Panitia. Alasannya, “tidak ada orang lagi, yang lain sudah pernah semua”.

Memang menurut mereka sih, itu hal yang wajar dan biasa aja, toh hanya berdampingan dengan cewek sambil menari. Tidak ngapa-ngapain lagi. Tapi bagiku, segitu juga sudah cukup membuat hatiku tidak nyaman dan merasa berdosa. Nggak enjoy. Tapi gimana lagi...

Hari pertama latihan, aku merasakan gerakanku sangat kikuk alias kaku. Hatiku juga tidak “murtah”. Karena selain“ dipaksa” harus berdampingan dengan cewek, gerakanku juga harus lentur dan gemulai. Kayak cewek gitu. Satu lagi, aku harus terus tersenyum ke para penonton. Coba bayangkan!!! BT kan (Butuh Tausiah);)?

Pendek kata, tidak enak dech...Lebih baik aku disuruh ngangkat besi 70 kg dari pada harus menari dengan keadaan seperti saat itu. Tapi, itulah, aku tidak boleh menolak. Apalagi atas mandat Bapak Duta Besar. Aku hanya bisa menjaga hatiku saja, supaya jangan “macam-macam”. Sering hatiku berceloteh, “ya Allah, apakah keadaan ini bisa dikatakan sebagai hal yang dhorurat?” Semoga aja dech ....

Jadi artis di Tunis.
Singkat cerita, setelah selesai upacara bendera yang aku dan dua kawanku sebagai paskibranya. Terhitung sukses. Kami bertiga kompak dalam gerak dan langkah. Saat bubar upacara itulah, banyak peserta upacara yang minta foto bersama (paskibra) termasuk Bapak Duta Besar RI. Bapak Hertomo Reksodiputro. Laksana artis atau seleb. Selain malu, aku juga marasa tersanjung...;-).

Aku tak menyangka setengah dikitpun (maksudnya, lebih kecil dari sedikit;-)), bahwa akan tejadi hal yang tadi itu. Aku harus beberapa kali berdiri tegak mengahadap kamera dengan “harus tersenyum” bersama “fans”. “Jangan dulu ganti baju yah, masih banyak yang minta foto bareng” kata seorang ibu memberitahuku yang saat itu pas mau mengganti kostum paskibra.

Hal seperti tadi terulang lagi (permintaan foto bersama), ketika aku dan lima temanku selesai menari Indang pada malam resepsi. Acara resepsi ini dilaksanakan oleh semua perwakilan (KBRI) yang ada di luar negri. Malam resepsi itu adalah, malam “pesta” hari ulang tahun Republik Indonesia (saat ini ke-61). Acara resepsi ini dihadiri oleh para diplomat dan perwakilan dari banyak kedutaan asing di Tunis. Para Dubes dan pembesar-pembesar Negara. Resepsi diadakan pada malam harinya setelah upacara bendera. Malam 17 Agustus.

Acara resepsi seperti ini, diadakan juga oleh perwakilan-perwakilan negara lain setelah peringatan upacara kemerdekaan negaranya masing-masing.

Inti acara resepsi sebenarnya hanya makan malam dan siltaturahmi, namun KBRI Tunisia ingin menghibur para tamu undangan dengan beberapa hiburan. Diantaranya; Angklung (yang aku juga sebagai salah seorang personalnya), tari Indang dan tari Denso (terdiri dari tiga orang personal wanita).

Menjadi juara.
Sore harinya (tanggal 17 agustus). Setelah matahari mulai surut, sinarnyapun sudah tidak terlalu menyengat. Dilakukanlah acara penurunan bendera. Untuk kedua kalinya aku (paskibra) berbaris tegak (kepanasan euy) untuk melakukan penurunan bendera. Alhamdulillah, penurunan benderapun sukses. Lebih kompak dari pada penaikan bendera sebelumnya.

Acara terakhir hari itu adalah pembagian hadiah kejuaraan. Alhamdulillah lagi...dari sekian jenis perlombaan yang diadakan, lumayan banyak aku menjuarainya. Meskipun tidak menjadi juara umum. Diantaranya; Juara I tenis meja double, Juara II tenis meja campuran, juara III mancing dan juara I (kelompok) sepak bola. Hadiahnya berupa uang tunai yang lumayan besar. Bisa untuk tambah-tambah bayar uang kuliah. Hehe... Insya Allah untuk tahun depan, mudah-mudahan bisa ditingkatkan lagi jadi juaranya. Aamiin
Gitu ceritanya....Tammat.

Dipinggiran kota Tunis
Ulpa® 19 Agustus 2006

0 Comments:

Post a Comment

<< Home