“Gray” Memory
Aku telah gagal menjalin hubungan dengan seorang wanita yang (menurutku) sholehah. Setelah hubungan itu berjalan selama kurang lebih tiga bulan. Padahal aku telah berusaha untuk menjaga hubungan (komunikasi) dan berniat untuk selalu setia.
Namun takdir berkata lain, manusia hanya bisa merencanakan. Meskipun dengan segenap usaha yang kurasa maksimal. Tapi...kalau Dia sudah punya kehendak, siapa yang bisa menentang?
Kegagalan sudah menjadi makanan sehari-hari manusia yang hidup di dunia fana ini. Tidak hanya aku, bahkan banyak lelaki selainku pasti pernah mengalami kegagalan. Pada prinsipnya “tidak ada kebetulan di kehidupan ini” semua adalah bagian dari rencanaNya. Begitu juga dengan kegagalan. Allah punya cara berkomunikasi dengan makhluknya (diantaranya aku) yang unik, nah kegagalan itu adalah salah satu cara unik agar aku bisa belajar sesuatu....
Aku hanya bisa mengusap dada dan bersabar serta menahan segala perasaan hati yang bergejolak ketika mendengar pemutusannya atas hubungan yang sudah terjalin cukup lama itu. Keputusannya itu begitu cepat, mendadak dan tanpa kompromi. Membuat aku tak paham, apa sebab yang sangat prinsipil hingga memutuskan hubungannya denganku. Meskipun dengan segala alasan yang dia muntahkan, rasa heranku masih tak hilang. Sangat eksentrik memang…
Jika ada kesalahanku yang tak terasa telah menyakitinya, apakah dia tak bisa memaafkanku dan memberi kesempatan untuk memperbaikinya, karena aku adalah manusia (Al-Insan mahallul khoto wa Annisyan) bukan makhluk langit.
Bukankah selain dengan memutuskan hubungan bisa dengan jalan menasehatiku dan memberikan input padaku, mengingatkanku. Karena sesungguhnya inilah salah satu manfaat adanya hubungan itu; saling menasehati, saling memotivasi dan saling mengingatkan dikala khilaf.
Ternyata Hanya…
Kadang pikiranku memflash back semua kenangan itu. Kembali memoriku dipenuhi perasaan gembira dan ceria. Namun setelah itu berubah sedih dan kecewa yang pada akhirnya aku kadang bisa tersenyum sendiri. Seperti sekarang hehe…
Kegembiraan dan keceriaan datang ketika kuingat saat hubungan itu berjalan “harmonis”. Kesediahan dan kekecewaan hadir tatkala mengingat semua kata dan vokal pemutusannya. Dan terakhir aku tersenyum sendiri, jika kuingat, ternyata semua niat dan rencana untuk terus menjalin hubungan serius (hingga pernikahan) itu hanya niat dan harapanku saja. Niatku yang menggebu, harapanku yang mendalam kini telah terhempaskan bak tiang bangunan yang hancur diserang tsunami nan dahsyat. Dengan kejadian ini, lagi-lagi bertambah keyakinanku akan kelemahanku sebagai hamba. Dialah yang Maha Mengatur segalanya. KahendakNyalah yang pasti akan terjadi.
Saat itu aku begitu yakin dengan pilihanku ini. Hingga semua kata dan bahasa tlah kusampaikan padanya, namun dengan hitungan detik semua itu tinggal kenangan.
Hmm, lucu memang sekaligus mengejutkan. Inilah kehidupan yang selalu disertai dengan tangis dan tawa serta kejutan. Banyak sekali kejutan-kejutan yang telah ku alami dalam kehidupanku. Akan kutunggu, kejutan apalagi yang akan menerpaku kedepan.
Apakah harapanku telah hancur?
Saat kuterima surat dan segala kata serta alasan “qot’ul ‘alaqoh”. Sebagai manusia biasa, persaaanku sangat sedih dan kecewa. Betapa tidak? Disaat hatiku berbunga dengan berbagai asa dan harapan untuk berbagi. Disaat hatiku menemukan orang yang menjadi “harapan” juga “motivasi” dalam langkahku, sekarang orang itu dengan serta merta telah memutuskanku. Mungkin peribahasa “bagaikan petir di siang hari” bisa digunakan ketika aku mendengar “kata putus” darinya, meskipun peribahasa ini terlalu berlebihan, karena kurasa tidak seperti itu realitanya (suara petir itu menggelegar dan menakutkan), aku masih bisa berdiri di atas kakiku dengan tegap. Maklum, namanya juga peribahasa toh Mas.
Hanya kesadaran hati akan takdir Ilahi dan skenarioNya, yang membuat hati ini tidak larut dalam kesedihan dan kekecewaan.
Bukankah selain dengan memutuskan hubungan bisa dengan jalan menasehatiku dan memberikan input padaku, mengingatkanku. Karena sesungguhnya inilah salah satu manfaat adanya hubungan itu; saling menasehati, saling memotivasi dan saling mengingatkan dikala khilaf.
Ternyata Hanya…
Kadang pikiranku memflash back semua kenangan itu. Kembali memoriku dipenuhi perasaan gembira dan ceria. Namun setelah itu berubah sedih dan kecewa yang pada akhirnya aku kadang bisa tersenyum sendiri. Seperti sekarang hehe…
Kegembiraan dan keceriaan datang ketika kuingat saat hubungan itu berjalan “harmonis”. Kesediahan dan kekecewaan hadir tatkala mengingat semua kata dan vokal pemutusannya. Dan terakhir aku tersenyum sendiri, jika kuingat, ternyata semua niat dan rencana untuk terus menjalin hubungan serius (hingga pernikahan) itu hanya niat dan harapanku saja. Niatku yang menggebu, harapanku yang mendalam kini telah terhempaskan bak tiang bangunan yang hancur diserang tsunami nan dahsyat. Dengan kejadian ini, lagi-lagi bertambah keyakinanku akan kelemahanku sebagai hamba. Dialah yang Maha Mengatur segalanya. KahendakNyalah yang pasti akan terjadi.
Saat itu aku begitu yakin dengan pilihanku ini. Hingga semua kata dan bahasa tlah kusampaikan padanya, namun dengan hitungan detik semua itu tinggal kenangan.
Hmm, lucu memang sekaligus mengejutkan. Inilah kehidupan yang selalu disertai dengan tangis dan tawa serta kejutan. Banyak sekali kejutan-kejutan yang telah ku alami dalam kehidupanku. Akan kutunggu, kejutan apalagi yang akan menerpaku kedepan.
Apakah harapanku telah hancur?
Saat kuterima surat dan segala kata serta alasan “qot’ul ‘alaqoh”. Sebagai manusia biasa, persaaanku sangat sedih dan kecewa. Betapa tidak? Disaat hatiku berbunga dengan berbagai asa dan harapan untuk berbagi. Disaat hatiku menemukan orang yang menjadi “harapan” juga “motivasi” dalam langkahku, sekarang orang itu dengan serta merta telah memutuskanku. Mungkin peribahasa “bagaikan petir di siang hari” bisa digunakan ketika aku mendengar “kata putus” darinya, meskipun peribahasa ini terlalu berlebihan, karena kurasa tidak seperti itu realitanya (suara petir itu menggelegar dan menakutkan), aku masih bisa berdiri di atas kakiku dengan tegap. Maklum, namanya juga peribahasa toh Mas.
Hanya kesadaran hati akan takdir Ilahi dan skenarioNya, yang membuat hati ini tidak larut dalam kesedihan dan kekecewaan.
Ya Allah, apakah harapanku untuk menjadikannya sebagai teman hidup dalam mengarungi rihdoMu dan membawa panji-panji dakwah agamaMu telah hancur dan tamat hingga disini?
Tidak ada yang lebih tahu apa yang ada dalam hati manusia dan kejadian yang akan datang kecuali Dia. Karena itulah kini aku hanya bisa pasrah dan berdoa, “ya Allah, jika dia memang pilihanMu yang terbaik untukku, tumbuhkanlah rasa cinta kasih dan sayang dihatinya padaku dan mudahkanlah aku untuk mendapatkannya. Menjadikan dia sebagai ibu dari anak-anakku kelak. Namun jika memang dia bukan pilihanMu untukku, hilangkanlah segera rasa cinta dihatiku padanya. Untuk rasa sayang biarlah tetap ada, agar aku juga tidak membecinya. Alihkanlah rasa cinta dan sayangku pada wanita pilihanMu, calon istriku kelak. Amiin”
“Will be there for me! Wish me luck, guys.....”
Di pinggiaran kota Tunis
29 Juli 2006
Tidak ada yang lebih tahu apa yang ada dalam hati manusia dan kejadian yang akan datang kecuali Dia. Karena itulah kini aku hanya bisa pasrah dan berdoa, “ya Allah, jika dia memang pilihanMu yang terbaik untukku, tumbuhkanlah rasa cinta kasih dan sayang dihatinya padaku dan mudahkanlah aku untuk mendapatkannya. Menjadikan dia sebagai ibu dari anak-anakku kelak. Namun jika memang dia bukan pilihanMu untukku, hilangkanlah segera rasa cinta dihatiku padanya. Untuk rasa sayang biarlah tetap ada, agar aku juga tidak membecinya. Alihkanlah rasa cinta dan sayangku pada wanita pilihanMu, calon istriku kelak. Amiin”
“Will be there for me! Wish me luck, guys.....”
Di pinggiaran kota Tunis
29 Juli 2006
0 Comments:
Post a Comment
<< Home