Monday, March 06, 2006

Hari yang Ceria

(Refleksi cinta yang terbalas)

Rabu (010306) siang, aku pergi ke internet untuk chating dengan seseorang yang sebelumnya telah ku kabari lewat sms. Seseorang itu adalah "sang bidadari" pujaan hatiku. Cuaca hari itu tidak terlalu dingin. Aku berangkat dari rumah pukul 12.30, karena harus online pukul 13.00 tepat, sesuai janjiku.

Jujur saja hatiku masih sangat sedih, mengingat hasil ujianku yang kulihat kemarin, tidak lulus (lihat: Hari yang Kelabu). Disaat seperti inilah, sangat kurasakan betapa penting­nya seseorang yang menghibur, menasehati, memperhatikan dan memberikan motivasi agar aku tidak berputus asa. Lebih-lebih bila seseorang itu adalah dia yang sangat ku dambakan kontribusinya.

Semula, maksud dan tujuanku mengajak “sang bidadari“ chating hanya untuk mengabarkan berita ‘duka’ ini padanya, walaupun posisiku saat ini masih ‘menunggu’. Tujuan sekundernya, ingin ngobrol aja sama dia, karena kangen sudah lama nggak ngobrol hehe:-) [aku nggak bilang kangen sama dia karena masih malu mengatakannya hehe lagi:-)].

Namun, dipertengahan chating, tiba-tiba terbersit dalam benakku ingin menanyakan lagi tentang jawaban dia. Tentunya aku tidak langsung melontarkan pertanyaan ke pada jantung permasalahan. Setelah ku minta izin untuk bertanya tentang ‘perasaan’, dan diizinkan. Dengan hati-hati ku lontarkan dulu pertanyaan-pertanyaan ‘pembuka’, yang sifatnya agak menukik pada target pertanyaan inti. Pertanyaan pembuka itu seperti: “Apakah kamu masih ragu akan kata-kata sayangku tempo dulu yang telah ku katakan padamu?”.

Setelah beberapa pertanyaan, baru aku lontarkan pertanyaan inti. “Bagaimana jawabanmu itu? Bisa diberitahukan sekarang?”. Cukup lama dia diam, pertanyaanku tidak langsung dijawab. Membuat hatiku mendadak dag-dig-dug tak karuan. Tidak lama kemudian tampak di layar monitor rangkaian kata-kata, “kamu tidak akan jadi”. Hah, kata-kata itu membuat jantungku makin berdenyut kencang. Ku kira kalimat itu belum selesai, mungkin ada lanjutannya. Ku tunggu cukup lama. Ah ternyata dia tidak menulis lagi. Membuat batinku semakin tak karuan. Derap jantungku seperti habis lari jauh, berdetak lebih kencang. Pikiranku berprasangka buruk, jangan-jangan kata-kata itu berarti “kamu tidak akan jadi (kekasihku)”, itu artinya dia menolak cintaku.

Ah, aku coba menahan gelora batinku agar bisa tenang, dan bisa melanjutkan chating. Setelah sedikit tenang, aku ketik lagi kata-kata “kamu tidak akan jadi? bisa dijelaskan maksudnya!!!”. Lalu dia menjawab “Rahwana”.

Oh...aku mulai paham maksud dia, aku tidak akan jadi Rahwana yang tertolak itu (kisahnya lihat: Ku Tak Berharap Sebagai Rahwana), kalo memang begitu, berarti cintaku diterimanya. Seketika hatiku gembira dan berbunga-bunga. Kesedihan yang menimpaku, seketika hilang setelah aku dapati jawaban "iya" dari “sang bidadari” itu. Yang lebih meyakinkan hatiku dari kata-katanya adalah, “jawaban saya sesuai dengan mimpimu dulu” (ceritanya lihat: Bidadariku Ku Tunggu Jawabanmu). Aku sangat bahagia sekali mendapatkan jawaban “iya” darinya. Sulit kugambarkan keindahan hatiku saat ini, hingga terasa mataku seakan mau ikut melukiskan kegembiraanku dengan air matanya. Cinta pertamaku akhirnya menemui jawaban yang diharapkan. Cintaku terbalas.

Semoga diriku adalah laki-laki yang pertama sekaligus yang terkahir menerima jawaban ‘iya’ dari “sang bidadari”. Betapa bahagia dan bangganya diriku. Aku tidak tahu apakah setiap pria yang cintanya terbalas, perasaannya sama seperti yang kualami sekarang. Gembira, bahagia, saking bahagianya sampai ingin menangis. Atau apakah perasaan ini hanya pada diriku saja, karena cinta pertama.

Sekarang setelah aku tahu isi hatinya, rasa sayangku padanya bertambah. Dulu sayangku padanya sebagai adik, sekarang rasa sayangku bertambah melebihi rasa sayangku kepada adik.

Dulu, aku sudah niatkan untuk tidak terlalu ‘terbuka’ dan perhatian padanya selama statusku belum jelas. Aku tidak ingin mengecewakan ‘istriku’ nanti, bila seandainya dia tahu bahwa aku sudah ‘membuka’ tentangku semuanya dan memberikan perhatian yang lebih selain kepada istriku itu.

Namun sekarang, meskipun aku tidak tahu takdir Allah yang akan terjadi nanti (dia akan menjadi istriku atau tidak), setidaknya sudah ada gambaran, dialah calon istriku. Sudah cukup bagiku untuk mengatakan pada wanita lain : “Aku sudah punya calon”. Dengan segala kesetiaan, saling percaya dan transparansi diri dari masing-masing, aku optimis, dia pilihan-Nya yang akan menjadi “teman hidupku” dalam mengarungi samudra cinta-Nya menuju gerbang rahmat, karunia dan ridhoNya.

Mulai hari ini, aku niatkan untuk membuka diriku sepenuhnya. Tidak akan ada lagi yang aku tutupi. Kan kujadikan ta’aruf ini sebagai pengenalan diriku yang lebih mendalam, meskipun mungkin dia telah tahu banyak tentang diriku. Semoga diapun bersedia untuk lebih mengenalkan dirinya lebih jauh. Percayalah bidadariku!!! Aku akan setia. Aku akan menyayangimu selamanya. Kan ku selipkan namamu dalam sujudku. Semoga Allah senantiasa menjadikan hubungan kita berada dalam rahmat-Nya dan menjadikan kita lebih dekat dengan-Nya. Lebih merasakan cinta dan karunia-Nya. Semoga rencana dan keinginan kita sesuai dengan rencana dan keinginanNya. Amin. Terimakasihku ya Allah, telah menjadikan perasaan hatinya seperti hatiku. Ya Allah, semikanlah selalu cinta kasih diantara kami.

Dipinggiran kota Tunis
Dalam suasana hati yang gembira
Ulpa® 1Maret 2006

0 Comments:

Post a Comment

<< Home