Doa yang Terkabul
Malam yang kelam ditemani oleh udara yang mencekam tak dapat memaksa Hasan agar tetap berselimut dan menikmati mimpi indahnya. Hasan sudah terbangun. Dia singkapkan selimut tebal yang membungkus tubuhnya. Matanya menoleh kesamping dimana terjulur sesosok tubuh yang masih tertutup selimut, Asti. Dipandanginya wajah Asti yang terlihat masih terpejam pulas. Ingin dia membangunkannya untuk sama-sama bersujud, “ah... baru jam setengah empat” terdengar Hasan seolah berbisik pada dirinya sendiri setelah melihat jam dinding yang melekat pada tembok kamar, tidak jauh dari hadapannya. Dia urungkan niatnya tadi. Ditemani sinar lampu tidur yang temaram kedua bola mata Hasan kembali menatap wajah Asti yang tetap tak bergeming. Seakan tidak pernah merasa kalau wajahnya sedang di’awasi’.
Hasan selalu menemukan kesejukan dan ketenangan dalam hatinya setiap dia memandang wajah itu. Sejuta peluh dan kepenatan akibat pekerjaan kantor yang menggunung, seketika akan hilang bila sudah melewati pintu masuk rumahnya, karena wajah itu selalu menyambutnya dengan ramah. Senyuman yang terukir diwajah itu dapat membuatnya kembali tersenyum dan seakan melupakan setumpuk pekerjaan kantor. Hasan merasa seorang yang sangat beruntung dan bersyukur sekali, karena telah diberikan disisinya seorang Asti.
Asti sebagai pengajar di salah satu smp pavorit di Jakarta adalah istri tercintanya, baru lima bulan mereka menikah. Selain karena wajahnya yang ayu, penampilan kepribadiannya yang alami, islamy dan sederhana. Itu yang menyebabkan hati Hasan bergetar dan tersedot oleh pesonanya.
Kisah perjumpaannya. Lima bulan yang lalu. Ketika itu hari minggu. Hasan sedang belanja ‘aksesoris’ dapur, salah satu rutinitas mingguannya. Hasan memang selalu meminta pada ibunya agar dia yang membelikan barang-barang dapur. Dengan membawa ‘catatan’ dari ibunya, Hasan berangkat ke pasar. Tanpa sengaja dia melihat Asti yang juga sedang belanja. Spontan hatinya bergetar. Ada perasaan lain yang mengalir bersama darah mudanya, memenuhi setiap nadi tubuhnya. Asti yang ketika itu mengenakan jilbab panjang putih yang hampir menutupi tubuhnya, dengan baju longgar dan rok hitam. Terlihat dia bersama seorang anak laki-laki seusia kelas lima SD yang kemudian Hasan mengetahuinya bahwa itu adalah Ahmad, adik kandung Asti. Hasan mencoba untuk mendekatinya sekalian membeli bawang yang ketika itu Asti juga sedang belanja bawang merah. “Assalamu’alaikum” dengan sedikit senyum Hasan memberanikan diri menyapa Asti. Wajah Asti berpaling mengarah kepada sumber suara, “Wa’alaikumussalam” Asti menjawab diiringi dengan tundukan kepalanya ketika bertemu pandangan dengan Hasan. Semenjak ‘insiden’ itu, pikiran hasan selalu dibayang-bayangi oleh wajah Asti. Jilbab putihnya selalu ia ingat. Tundukkan wajahnya ketika bertemu pandangan selalu terkenang. Memaksanya untuk mencari informasi dan keterangan yang lebih banyak tetang Asti. Yang akhirnya berhasil dia jadikan sebagai ‘teman hidup’nya dalam mengarungi samudra kehidupan.
Hasan yang bekerja sebagai menejer di salah satu perusahaan ekpor-impor jakarta-kualampur selalu berangkat pagi dan pulang sore, bahkan terkadang pulang malam.
Biasanya mereka bangun pukul empat, satu jam sebelum shubuh. Shalat tahajjud, hajat dan berdoa bersama menjadi jadwal tetap kegiatan mereka berdua menjelang shubuh. Dari ba’da shubuh Asti sibuk masak dan beres-beres untuk mempersiapkan sarapan pagi dan segala sesuatu yang dibutuhkan Hasan. Dia tidak pernah telat mempersiapkannya. Sebelum dia berangkat kesekolah untuk mengajar.
Hasan juga seorang suami yang tidak egois. Mencuci pakaian bahkan ‘terjun’ ke dapur sering ia lakukan. “Ngak apa-apa, kalo hanya cuci piring mah aa juga bisa hehe...” itulah jawaban Hasan jika Asti melarangnya untuk terjun ke dapur.
Asti pulang lebih dulu dari Hasan. Setiap Hasan pulang, Asti pasti menyambutnya dengan senyuman yang selalu terukir indah diwajahnya. Asti memang selalu menyambut Hasan dan melayaninya dengan penuh rasa ikhlas dan kasih sayang. Tidak pernah dia menolak apa yang diinginkan dan diperintahkan hasan kepadanya. Hasan tidak pernah mendengar keluh kesah yang keluar dari mulut Asti. Seakan Asti tidak pernah menemukan masalah dan beban dalam rumah tangga, mendampingi hidupnya. Membuat cinta kasih Hasan terhadapnya terus bertambah. Terus berkesinambungan.
Selama ini dia hidup bersama Asti. Belum pernah dia rasakan sesuatu dari Asti yang dapat membuatnya kecewa ataupun marah. Selama ini, dia benar-benar merasakan Asti adalah pilihan Allah sekaligus nikmat terbesar-Nya yang diberikan kepadanya. Asti adalah istri sholehah. Hasan tidak pernah membayangkan kalau dia akan mendapatkan seorang Asti. Dia sangat bersyukur karena doanya yang selalu dipanjatkannya dalam keheningan malam semasa bujangan, ingin mendapatkan istri sholehah, telah dikabulkan Allah.
Hasan menyudahi pandangannya yang dari tadi terus melekat di wajah Asti. Setelah membetulkan selimut Asti yang sedikit terbuka, diam-diam Hasan turun dari tempat tidur, laksana langkah seorang pencuri, Hasan melangkah dengan mengendap-mengendap. Dia takut kalau gerakannya dapat mengganggu dan membangunkan tidur istrinya.
“Hhhmmm...Aa” tiba-tiba terdengar suara Asti membuat Hasan tersentak kaget. Seketika Hasan menghentikan gerakannya dan berbalik. Terlihat Asti sudah duduk menatapnya, matanya yang bulat dan jernih tampak indah tersorot sinar lampu tidur yang temaram. Walaupun bangun tidur, senyumnya tetap manis dan menarik. "Eh, dah bangun Neng, tadinya aa mau bangunkan setengah jam lagi, sekarang baru jam setengah empat lebih” kata Hasan dengan lembut.
“Oh...ngak apa-apa Aa, kita tahajud sekarang aja”
“Siang Neng kerja capek, harus istirahat cukup, lumayan setengah jam lagi” Hasan kembali menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya.
“Nggak apa-apa Aa, Neng sudah kenyang tidur kok” jawab Asti sambil mengulurkan tangannya kearah Hasan, manja. Hasan mengerti yang diinginkan buah hatinya. Dia tidak bisa memaksanya lagi. Dia menarik tangan istrinya dan menggandengnya mesra untuk berwudlu. Mengisi keheningan malam dan mengawali kegiatan siang dengan bersujud bersama pada Yang Maha Pemberi segala kenikmatan.
Di pinggiran kota Tunis yang tiris
Ulpa® 23 Februari 2006
Hasan selalu menemukan kesejukan dan ketenangan dalam hatinya setiap dia memandang wajah itu. Sejuta peluh dan kepenatan akibat pekerjaan kantor yang menggunung, seketika akan hilang bila sudah melewati pintu masuk rumahnya, karena wajah itu selalu menyambutnya dengan ramah. Senyuman yang terukir diwajah itu dapat membuatnya kembali tersenyum dan seakan melupakan setumpuk pekerjaan kantor. Hasan merasa seorang yang sangat beruntung dan bersyukur sekali, karena telah diberikan disisinya seorang Asti.
Asti sebagai pengajar di salah satu smp pavorit di Jakarta adalah istri tercintanya, baru lima bulan mereka menikah. Selain karena wajahnya yang ayu, penampilan kepribadiannya yang alami, islamy dan sederhana. Itu yang menyebabkan hati Hasan bergetar dan tersedot oleh pesonanya.
Kisah perjumpaannya. Lima bulan yang lalu. Ketika itu hari minggu. Hasan sedang belanja ‘aksesoris’ dapur, salah satu rutinitas mingguannya. Hasan memang selalu meminta pada ibunya agar dia yang membelikan barang-barang dapur. Dengan membawa ‘catatan’ dari ibunya, Hasan berangkat ke pasar. Tanpa sengaja dia melihat Asti yang juga sedang belanja. Spontan hatinya bergetar. Ada perasaan lain yang mengalir bersama darah mudanya, memenuhi setiap nadi tubuhnya. Asti yang ketika itu mengenakan jilbab panjang putih yang hampir menutupi tubuhnya, dengan baju longgar dan rok hitam. Terlihat dia bersama seorang anak laki-laki seusia kelas lima SD yang kemudian Hasan mengetahuinya bahwa itu adalah Ahmad, adik kandung Asti. Hasan mencoba untuk mendekatinya sekalian membeli bawang yang ketika itu Asti juga sedang belanja bawang merah. “Assalamu’alaikum” dengan sedikit senyum Hasan memberanikan diri menyapa Asti. Wajah Asti berpaling mengarah kepada sumber suara, “Wa’alaikumussalam” Asti menjawab diiringi dengan tundukan kepalanya ketika bertemu pandangan dengan Hasan. Semenjak ‘insiden’ itu, pikiran hasan selalu dibayang-bayangi oleh wajah Asti. Jilbab putihnya selalu ia ingat. Tundukkan wajahnya ketika bertemu pandangan selalu terkenang. Memaksanya untuk mencari informasi dan keterangan yang lebih banyak tetang Asti. Yang akhirnya berhasil dia jadikan sebagai ‘teman hidup’nya dalam mengarungi samudra kehidupan.
Hasan yang bekerja sebagai menejer di salah satu perusahaan ekpor-impor jakarta-kualampur selalu berangkat pagi dan pulang sore, bahkan terkadang pulang malam.
Biasanya mereka bangun pukul empat, satu jam sebelum shubuh. Shalat tahajjud, hajat dan berdoa bersama menjadi jadwal tetap kegiatan mereka berdua menjelang shubuh. Dari ba’da shubuh Asti sibuk masak dan beres-beres untuk mempersiapkan sarapan pagi dan segala sesuatu yang dibutuhkan Hasan. Dia tidak pernah telat mempersiapkannya. Sebelum dia berangkat kesekolah untuk mengajar.
Hasan juga seorang suami yang tidak egois. Mencuci pakaian bahkan ‘terjun’ ke dapur sering ia lakukan. “Ngak apa-apa, kalo hanya cuci piring mah aa juga bisa hehe...” itulah jawaban Hasan jika Asti melarangnya untuk terjun ke dapur.
Asti pulang lebih dulu dari Hasan. Setiap Hasan pulang, Asti pasti menyambutnya dengan senyuman yang selalu terukir indah diwajahnya. Asti memang selalu menyambut Hasan dan melayaninya dengan penuh rasa ikhlas dan kasih sayang. Tidak pernah dia menolak apa yang diinginkan dan diperintahkan hasan kepadanya. Hasan tidak pernah mendengar keluh kesah yang keluar dari mulut Asti. Seakan Asti tidak pernah menemukan masalah dan beban dalam rumah tangga, mendampingi hidupnya. Membuat cinta kasih Hasan terhadapnya terus bertambah. Terus berkesinambungan.
Selama ini dia hidup bersama Asti. Belum pernah dia rasakan sesuatu dari Asti yang dapat membuatnya kecewa ataupun marah. Selama ini, dia benar-benar merasakan Asti adalah pilihan Allah sekaligus nikmat terbesar-Nya yang diberikan kepadanya. Asti adalah istri sholehah. Hasan tidak pernah membayangkan kalau dia akan mendapatkan seorang Asti. Dia sangat bersyukur karena doanya yang selalu dipanjatkannya dalam keheningan malam semasa bujangan, ingin mendapatkan istri sholehah, telah dikabulkan Allah.
Hasan menyudahi pandangannya yang dari tadi terus melekat di wajah Asti. Setelah membetulkan selimut Asti yang sedikit terbuka, diam-diam Hasan turun dari tempat tidur, laksana langkah seorang pencuri, Hasan melangkah dengan mengendap-mengendap. Dia takut kalau gerakannya dapat mengganggu dan membangunkan tidur istrinya.
“Hhhmmm...Aa” tiba-tiba terdengar suara Asti membuat Hasan tersentak kaget. Seketika Hasan menghentikan gerakannya dan berbalik. Terlihat Asti sudah duduk menatapnya, matanya yang bulat dan jernih tampak indah tersorot sinar lampu tidur yang temaram. Walaupun bangun tidur, senyumnya tetap manis dan menarik. "Eh, dah bangun Neng, tadinya aa mau bangunkan setengah jam lagi, sekarang baru jam setengah empat lebih” kata Hasan dengan lembut.
“Oh...ngak apa-apa Aa, kita tahajud sekarang aja”
“Siang Neng kerja capek, harus istirahat cukup, lumayan setengah jam lagi” Hasan kembali menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya.
“Nggak apa-apa Aa, Neng sudah kenyang tidur kok” jawab Asti sambil mengulurkan tangannya kearah Hasan, manja. Hasan mengerti yang diinginkan buah hatinya. Dia tidak bisa memaksanya lagi. Dia menarik tangan istrinya dan menggandengnya mesra untuk berwudlu. Mengisi keheningan malam dan mengawali kegiatan siang dengan bersujud bersama pada Yang Maha Pemberi segala kenikmatan.
Di pinggiran kota Tunis yang tiris
Ulpa® 23 Februari 2006
0 Comments:
Post a Comment
<< Home