Wednesday, January 25, 2006

Roti Tunis Panjang Abis...

Biasanya, di rumahku, setelah shubuh hingga pukul 9.00 pagi hanya aku seorang yang ‘hidup’ atau aku ditemani Nugraha dan Hasby. Kalau tidak ada kuliah pagi, teman-temanku yang lain –setelah shubuh- tidur lagi.

Namun Pagi ini, ahad 191205 fenomena tadi telah berubah. Ba’da shubuh aku dan dua orang temanku sudah bergantian menjadi ‘bintang model’ dan ‘photografer’ sambil ngawangkong. Ditemani 3 gelas kopi susu dan dua batang roti Tunis yang panjang. Bila kuperhatikan roti itu bagai pentungan hansip atau senjata tentara anti huru-hara yang biasa menjaga masyarakat dan mahasiswa demonstrasi. Hanya saja, ini lebih panjang dan besar.

"Fotoin aku dong, buat ku simpan di webku", pintaku pada temanku. Segera aku bergaya dengan dua roti berada di tanganku dan kusilangkan di depan dada, laksana pendekar yang bersiap siaga pasang kuda-kuda menantang lawan. "Aku juga dong, gantian ya fotoin aku" pinta temanku, ingin difoto sepertiku. Dengan menyilangkan dua batang roti panjang itu di depan dadanya, aku juga menshootnya. Akhirnya kami bertiga dengan bermodal kamera digital nokia 6600, bergantian diambil dan mengambil gambar.

Baguette (dari bahasa perancis yang artinya tongkat) yang aku namakan Roti Tunis itu memang besar dan panjang sekali, kuperkirakan panjangnya mencapai 600 centimeter dengan diameter sebesar betis dewasa, sekitar 30 centi. Aku sendiri baru melihat roti sepanjang itu di Tunis ini, di Mesir aku tidak menemukannya. Di Mesir hanya ku jumpai ‘iesy yang bentuknya bulat gepeng, itupun ukurannya tidak terlalu besar, walaupun bahan intinya sama-sama dari gandum.

Roti memang menjadi makanan pokok masyarakat Tunis. Berbagai macam sop dan kuah -hampir- mereka menyantapnya dengan roti. Bisa dibilang roti sebagai ‘primer’ dan yang lain adalah tambahan. Bahkan menurut teman seniorku, nasi dijadikan ‘fore-food’ nya orang Tunis sebelum mereka menyantap roti. Nasi dijadikan makanan pembuka atau makanan tambahan seperti halnya lalap atau salatoh kalau di Mesir. Aneh kan?

Banyak macam cocolan yang dijadikan sebagai sayur atau kuah roti tersebut, diantaranya; kaftaji, yaitu sejenis cocolan yang terbuat dari telur yang sudah diiris-iris kecil, kentang rebus, goreng sambal dan timun. Ini bisa kita dapatkan hanya dengan 1,5 DT (Dinar Tunis) atau sekitar 7 Pound Mesir. Selama satu bulan lebih di Tunis ini, baru sekali aku mencicipinya. Rasanya cukup enak, apalagi jika makannya pas lagi lapar hehe..

Selain kaftaji ada juga yang disebut kamunia, yaitu sejenis kari daging kambing atau sapi, atau bisa juga hati, yang diberi berbagai aroma dan rempah lain. Ini bisa kita nikmati dengan (minimal) 3,2 DT.

Selain roti dicocol dengan kuah tadi, ada cara yang lebih khas lagi, yakni; roti diiris-iris kecil kemudian dimasukkan ke sebuah mangkok cekung yang berukuran cukup besar. Lalu disiram dengan sop sum-sum kambing, dibubuhi rempah-rempah, diberi minyak zaitun dan beberapa butir buah zaitun. Cara khas ini dinamai lablabi, ini bisa kita nikmati dengan harga 1,2 Dt.

Jika kaftaji, kamunia dan lablabi terlalu mahal, roti ini juga bisa dimakan dengan ‘syamia’. Syamia ini harganya paling murah diantara tiga jenis cocolan tadi, dengan setengah Dinar (500 Millimmes) kita bisa mencicipinya. Syamia adalah sejenis selai kering terbuat dari kacang-kacangan yang berwarna hijau keputih-putihan, ada juga yang berwarna agak kecoklat-coklatan. Rasanya manis dan mengandung banyak protein, kalo di Mesir disebut dengan halawah. Caranya memakannya: roti dipotong dan dibelah menjadi dua bagian kemudian masukan syamia tadi kedalamnya, bisa ditambah keju agar lebih lezat, kemudian disusul dengan kopi susu hangat, wah pasti akan lebih terasa di luar negrinya, seperti halnya aku saat ini. Kami bertiga menyantap habis satu dari dua roti Tunis yang kubeli. Udara yang sejuk dan menusuk, sewaktu kami ngopi sambil ngobrol nyaris tak terasa.

Roti yang panjang tadi sering kutemui di warung-warung pinggiran jalan, biasanya roti itu disimpan berdiri di sebuah keranjang besar atau ditidurkan berbaris di atas (seperti) rak buku. Dengan modal pecahan dinar, 300 Millimmes, satu buah roti bisa kudapatkan.

Biasanya roti-roti itu akan didrop dari pabriknya ke warung-warung, tiga kali dalam sehari, yaitu; pagi hari sekitar pukul 5.30, siang sekitar jam 11.00 dan pada petang hari sekitar jam 17.00.

Suatu keuntungan apabila kita membeli roti tepat waktu, bagian dalam roti akan terasa lebih empuk, dan itu menambah rasa yang lezat, karena masih hangat. Kekuatan roti ini lumayan lama, jika musim dingin seperti sekarang, satu hari masih bisa bertahan. Ah memang roti Tunis panjang abis.

Di pinggiran kota Tunis yang
tiris
Ulpa® 18 Desember 2005

0 Comments:

Post a Comment

<< Home